Minggu, 21 Juni 2009

Tugas Laporan Praktikum Lapangan PLLB Di Kawasan Negara dan Loksado, Pegunungan Meratus

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAN LOKAL UNTUK ENERGI TERBARUKAN DI RAWA NEGARA (DANAU BANGKAU) DAN ESTIMASI DAYA DUKUNG ALAM UNTUK HABITAT DI KAWASAN TANGKAPAN AIR SUB DAS AMANDIT

Sebagai wilayah tangkapan air hujan di Kalimantan Selatan, kawasan Pegunungan Meratus merupakan daerah kajian lapangan yang sangat diminati. Selama beberapa tahun terakhir, banyak diadakan agenda penelitian, baik secara individu maupun berkelompok untuk memperoleh informasi mengenai sumber daya yang bisa dimanfaatkan di sana. Terakhir, sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru bertempat di Nagara dan Loksado yang merupakan daerah lahan basah yang terhubung dengan daerah tangkapan air di Pegunungan Meratus.

Negara merupakan ibu kota Kecamatan Daha, Kandangan Hulu Sungai Selatan (HSS) Kalimantan Selatan. Wilayahnya hampir seluruhnya tertutup oleh air. Sebagai daerah rawa, Nagara merupakan salah satu sudut di cekungan Barito, salah satu cekungan di kawasan Meratus. Di rawa inilah hampir semua sungai yang berhulu di Meratus dan mengalir ke sebelah barat bertemu dalam satu kawasan yang luasnya hampir mencapai satu juta hektar.

Dari segi ekologis, rawa Nagara ini berfungsi menghambat banjir dan luapan sungai-sungai di kawasan daerah tangkapan air Meratus yang menuju muara Sungai Barito. Fauna dan flora di kawasan ini menunjukan kemungkinan adanya berbagai hubungan antara organisme yang tinggal di sana dengan lingkungannnya. Selain itu, kawasan ini juga menjadi wahana bagi masyarakatnya dalam mencari pendapatan. Mereka hidup dari bertani, berkebun dan mengumpulkan hasil hutan serta pekerjaan lainnya. Kompleksnya interaksi yang ada ini membuat masyarakat di sana sangat berperan dalam semua bidang kehidupan mereka dan dalam hubungan dengan lingkungan di kawasan tangkapan air ini.

Fakta di lapangan membuktikan bahwa kawasan rawa ini telah menjadi habitat yang sangat penting dalam menunjuang kehidupan berbagai organisme. Oleh karena itu, upaya pengelolaan kawasan tentunya perlu dilakukan secara seksama. Untuk itu, diperlukan kajian untuk mengetahui sumber daya apa saja yang dapat dimanfaatkan, di antaranya sebagai energi terbarukan sehingga dapat turut melestarikan lingkungannya dan membuat hubungan masyarakatnya dengan alam semakin akrab.

Sama halnya dengan Nagara, Loksado adalah sebuah desa yang juga terletak di salah satu sudut rangkaian Pegunungan Meratus. Wilayah ini terletak di dataran tinggi yang hampir seluruhnya tertutup padang hutan-hutan kecil. Loksado juga merupakan salah satu daerah tangkapan air yang sangat penting bagi kawasan pantai selatan Kalimantan Selatan. Kawasan ini merupakan contoh dimana hutan masih berperan baik dalam menjaga keseimbangan ekosistem lahan basah dengan disertai intervensi manusia. Lebih khusus, di kawasan ini mengalir Sungai Amandit dengan beberapa anak sungai kecil yang digunakan penduduk untuk keperluan pertanian, perikanan dan kebutuhan domestik. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan ekonomi, pemerintahan, keamanan, dan keperluan lainnya. Bisa dibilang, sebagaimana rawa Nagara, di kawasan daerah aliran sungai (DAS) ini banyak sekali indikator yang dapat digunakan untuk menilai peran masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan sekaligus memanfaatkan potensi daerah yang ada.

Fakta lapangan menunjukkan kawasan tangkapan air ini pun menjadi habitat penting yang menunjang kehidupan berbagai organisme. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkannya, perlu upaya pengelolaan yang lebih seksama dengan dukungan inventarisasi jenis data yang sesuai dengan kebutuhan.

1 ). Kawasan Rawa Negara

Kehidupan masyarakat Negara cukup erat kaitannya dengan kondisi alam yang ada di Negara. Kondisi alam di Negara yang lebih dari setengahnya ditutupi oleh air rawa sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan Negara kebanyakan mengandalkan pertanian, menangkap ikan, termasuk juga peternakan dan berdagang.

Untuk rona alamnya, kawasan Negara terbagi dalam dua area besar. Yang pertama terpusatdi daerah sepanjang sungai yang membelah kota, dan yang lainnya adalah daerah rawa yang dikenal sebagai Rawa Bangkau. Untuk daerah di sepanjang bantaran sungai, pemandangan yang mendominasi adalah keberadaan jamban yang menyertai hampir setiap rumah penduduk yang memang banyak bertempat di pinggir sungai. Kondisi ini menyebabkan pemandangan di sepanjang sungai sangat tidak mengenakkan. Ditambah lagi kondisi air sungai yang keruh menyebabkannya tidak aman digunakan, seperti untuk mandi (seperti biasa dilakukan penduduk setempat), terlebih untuk dikonsumsi oleh penduduk. Hal ini tentu mengkhawatirkan. Selain itu, juga banyak ditemui keramba yang digunakan penduduk untuk menangkap ikan. Yang mungkin cukup mengesankan untuk diperhatikan adalah banyaknya aktivitas pelayaran lokal yang dilakukan penduduk dengan memanfaatkan kelotok. Hampir setiap setengh menit, ada saja kelotok yang lewat dengan mengangkut berbagai macam angkutan. Untuk ragam biotik, masih bisa ditemui sejumlah rerumputan di pinggiran sungai dan eceng goondok yang terhanyut bersama aliran air. Juga itik-itik yang dibiarkan berenang dengan bebasnya.

Sementara untuk kawasan Rawa Bangkau, tingkat kejernihan airnya tidak jauh berbeda dengan di sungai, hanya saja baunya yang sudah agak berkurang. Lingkungan biotiknya didominasi dengan banyaknya eceng gondok dengan pola persebaran yang tampak telah "diatur" oleh penduduk setempat sehingga tidak menutupi sebagian besar areal rawa. Langkah ini cukup bijaksana karena dengan dikontrolnya pertumbuhan eceng gondok, kadar oksigen dalam air rawa tetap mendukung kehidupan organisme lain seperti ikan. Fauna lain seperti bebek, kerbau dan burung rawa jiuga banyak ditemui di kawasan ini.





2). Kawasan Sungai Amandit, Tanuhi, Loksado

Loksado merupakan daerah yang terletak di dataran tinggi yang hampir seluruhnya tertutup padang hutan-hutan kecil. Karakteristik daerah seperti ini mendorong penduduknya untuk lebih menyesuaikan diri. Mata pencaharian mereka yang utama adalah berjualan kebutuhan sehari-hari dan hasil hutan serta turut dalam mendukung pariwisata yang dikelola oleh pemerintah lokal. Untuk rona alamnya, didominasi oleh hutan dengan tanaman yang bervariasi, mulai dari tanaman perdu, paku-pakuan dan tanaman berkayu. Juga aliran sungai Amandit dengan suara gemericik air yang timbul karena alirannya yang cukup deras.

Secara geografis, kawasan ini didominasi oleh Gunung Kantawan yang merupakan pasak tanah Loksado. Gunung ini adalah kawasan hutan lindung seluas 245 ha yang kaya dengan khasanah flora-fauna langka seperti anggrek hutan, bekantan, owa-owa, biawak dan raja udang.

Untuk memenuhi pelayanan masyarakat setempat, fasilitas penting seperti sekolah dan puskesmas sudah ada. Untuk mendukung kelancaran administrasi penduduk lokal dan pendatang, pemerintah setempat menyediakan sejumlah balai desa. Menurut informasi yang kami peroleh, setidaknya ada 43 balai yang tersebar di 9 desa kecamatan Loksado. Yang paling besar adalah Balai Malaris, Balai Haratai, dan Balai Padang.

Kebutuhan rumah tangga seperti minyak tanah dan gas telah akrab digunakan sebagai energi untuk memasak. Sementara air berasal dari ledeng. Menurut Bapak Mawarli, penduduk asli setempat, untuk memenuhi suplai listrik, sebelumnya sempat ada Pembangkit Listrik Tenaga Dalam (PLTD), namun sejak tahun 2007 lalu sudah tidak berjalan lagi. Karena itu, listrik langsung disuplai dari PLTA Asam-Asam yang rentan terjadi pemadaman apabila ada gangguan dalam distribusinya. Sebenarnya dari PLN setempat, pernah ada usaha untuk memenuhi sendiri kebutuhan energi listrik atau setidaknya mengurangi ketergantungan pada PLTA Asam-Asam dengan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di bagian hulu sungai. Namun karena debit airnya tidak mencukupi sehingga pembangkit listrik ini tidak aktif lagi.

Sebagai mahasisiwa yang tengah melakukan observasi, kami sempat melakukan penelitian mengenai seberapa besar debit air yang bisa dibangkitkan oleh aliran Sungai Amandit ini. Cara yang kami gunakan adalah dengan memanfa'atkan cara tradisional, yaitu dengan memakai kayu-kayu lokal yang ada. Kayu-kayu itu ditancapkan satu per satu dengan jarak masing-masing sejauh 1 meter pada air sungai setinggi air yang mengalir hingga selebar sungai tersebut, dari situ kami dapat mengukur luas permukaan air. Setelah mendapatkan luas permukaan air, kemudian mengukur kecepatan air dengan cara melarutkan kertas atau daun (kami menggunakan sandal jepit untuk ini) di atas permukaan air sejauh jarak tertentu dan akhirnya akan didapatkan nilai kececatan aliran air. Debit aliran didapatkan dengan cara mengalikan antara kecepatan alir dengan luas permukaan air yang telah diukur tadi. Berdasarkan hasil perhitungan, kami memperkirakan debit air Sungai amandit tersebut adalah sekitar 1,735 m3/s. Jika dengan bantuan alat, maka didapatkan debit rata-rata sebesar 4,005 m3/s. Adapun koordinat lokasi pengukuran debit air tersebut adalah pada titik 02 47' 18,7" LS dan 115 27' 17,0" BT, dengan ketinggian 118 meter di atas permukaan air laut.




M. Yudi Suhendar....
22 Juni 2009 , 13.30 WITA

2 komentar:

  1. Tolong jaga dan lestarikan alam hutan Loksado dari penambang-penambang yang hanya menginginkan uang dan harta tanpa memikirkan kerusakan hutan nantinya.
    Hutan ini adalah warisan untuk anak cucu kita di masa depan.

    BalasHapus