Selasa, 26 Mei 2009

TUGAS PENGENALAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH (DESKRIPSI LAHAN BASAH)

NAMA : M. YUDI SUHENDAR
NIM : J1D108010
PROGRAM STUDI : FISIKA
E-MAIL : YUDI.FISIKA@GMAIL.COM

TUGAS MATA KULIAH PENGENALAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH
DOSEN PENGASUH : PAK KRISDIANTO
BLOG : http://kgroup-center.blogspot.com

PULAU KAGET, GAMBARAN DAN HARAPAN FUNGSI LAHAN BASAH SEBAGAI DAERAH CAGAR ALAM

Pulau Kaget merupakan sebuah delta yang luasnya kurang lebih 200 ha dan terletak di muara Sungai Barito. Sebagian dari pulau ini (yaitu 85 ha) ditetapkan menjadi Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/Um/11/1976 tanggal 6 Nopember 1976 jo. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 337/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999. Dengan penetapan ini, CA Pulau Kaget merupakan salah satu dari 3 cagar alam di Provinsi Kalimantan Selatan (catatan: cagar alam lainnya adalah CA Gunung Kentawan dan CA Teluk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku).
Kawasan ini secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Kuala, Kecamatan Tabunganen. Waktu tempuh dari Kota Banjarmasin menuju lokasi adalah ± 15 menit dengan memakai transportasi air (speed boat), atau ± 1,5 jam dengan memakai trasportasi air (kelotok). Secara astronomis, Pulau Kaget terletak pada koordinat 114°29’55” - 114°30’40” BT, 3°25’12” - 3°26’00” LS. Secara geografis, daerah ini mencakup wilayah seluas 85 ha atau 850.000 m2 dihitung dari garis pantai sampai pemukiman. Secara umum, kondisi fisik kawasan ini dapat dirincikan sebagai berikut.
Topografi : Datar.
Ketinggian : 0 m di atas permukaan laut.
Tanah : Aluvial dengan tekstur tanah umum halus (liat).
Geologi : Batuan dasar berbentuk dari cekungan dari batuan metamorf, permukaan ditutupi oleh kerakal, kerikil, pasir dan lempung.
Tipe iklim : B (Tipe iklim Schmidt dan Ferguson).
Curah hujan : 2.185 mm/tahun (rata-rata).
Kelembaban : 83 % (rata-rata).
Temperatur : 27 ° C (rata-rata).
Sebagai kawasan cagar alam, Pulau Kaget memiliki beberapa jenis pohon dan tumbuhan seperti:
1.Rambai (Soneratia casiolaris)
2.Bakau (Rhizophora Sp.)
3.Api-api (Avicenia Sp.)
4.Nipah (Nipa fraticans)
5.Bakung (Crinum asiaticum)
6.Piai (Acrosticum aureum)
7.Jeruju (Achantus ilicifolius)
8.Pandan (Pandanus tectorius)
Jenis pohon yang paling dominan ialah Rambai dengan Indeks Nilai Penting (INP) 45,1898%, Bakau dan Api-api dengan INP masing-masing 1.6232% (dominan). Binatang yang menghuni Kawasan Cagar Alam Pulau Kaget terdiri dari 10 (sepuluh) jenis yang tergolong dalam dua kelas yaitu:
1.Mamalia :
a.Bekantan (Nasalis larvatus)
b.Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
c.Lutung (Presbitis cristata)
2.Aves :
a.Betet (Psittacula alexandri)
b.Elang Bondol (Haliadus indus)
c.Raja Udang (Halcyon choris)
d.Elang Laut (Inchthyophaga inchtyootus)
e.Burung Kipas (Rhipidura javanica)
f.Trucukan (Pynonotus goiavier)
g.Raja Udang Paruh Bangau (Pelargopsis capensis)
h.Bebek (Denrocygna arcuata)
Sebelum tahun 1995, vegetasi CA Pulau Kaget didominasi oleh rambai (Sonneratia caseolaris), salah satu tumbuhan mangrove yang akarnya mencuat vertikal dari permukaan tanah. Karena daun dan buah rambai merupakan pakan utama bagi bekantan (Nasalis larvatus), tidak mengherankan apabila kemudian CA Pulau Kaget dikenal sebagai surganya bekantan.
Pulau Kaget dan bekantan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan serta menjadi merek dagang Kalimantan Selatan dalam kepariwisataan internasional. Primata berhidung mancung dan endemik Borneo ini mudah sekali dijumpai. Apabila menyusuri pulau dengan klotok (perahu bermotor), kita dengan mudah menyaksikan perilaku alami bekantan, seperti makan daun dan buah rambai, tidur di atas cabang atau ranting, berloncatan dari satu dahan ke dahan lain, atau bahkan terjun dari ketinggian 15 m ke permukaan tanah atau air.
Keadaan demikian berubah sama sekali, setelah peranggasan rambai terjadi. Hampir semua rambai yang tumbuh di daratan dan tepian cagar alam mati. Pemandangan alami menjadi membosankan. Yang tampak dominan adalah pepohonan rambai yang kering kerontang. Walaupun populasi bekantan mencapai 304 ekor (Soendjoto et al., 1998a), perilaku khasnya berangsur-angsur tidak bisa dinikmati. Bekantan ini hanya dapat dijumpai di lantai hutan. Akibatnya, industri kepariwisataan Kalimantan Selatan pun anjlok.
Terdapat dua faktor yang diduga menjadi penyebab peranggasan, yaitu musim kemarau yang panjang dan pencemaran air dari berbagai industri yang ada di sepanjang Sungai Barito. Namun, Soendjoto et al. (1998b) menyatakan bahwa penyebab peranggasan tanaman rambai adalah kelebihan populasi (overpopulation) primata dan sekaligus ketidakmampuan rambai untuk memulihkan diri.
Kompilasi data oleh Soendjoto et al. (1998b) menunjukkan adanya peningkatan populasi bekantan. Pada tahun 1984 terdapat 229 ekor bekantan, pada tahun 1992 terdapat 207 ekor, dan pada tahun 1997 terdapat 304 ekor. Pada tahun 1997 ini tercatat juga primata lain, yaitu lutung Trachypithecus cristatus sebanyak 78 ekor dan monyet ekor panjang Macaca fascicularis 22 ekor (Soendjoto et al., 1998a). Apabila jumlah pakan bekantan 900 g/hari (Soerianegara et al., 1994) dan diasumsikan jumlah pakan kedua primata lainnya sama dengan jumlah pakan bekantan ini, maka jumlah pakan bagi semua primata yang ada di Pulau Kaget adalah 363,6 kg/hari.
Tampaknya jumlah pakan ini tidak dapat dicukupi oleh rambai. Masalahnya, hijauan rambai yang tersedia paling sedikit harus dua kali lipat (atau sekitar 730 kg/hari). Pada sisi lain, rambai yang ada di Pulau Kaget tidak dapat pulih dengan cepat karena adanya gangguan dan masalah fisiologi lainnya (Soendjoto et al., 1998b). Akar rambai terganggu, karena dipotong oleh masyarakat untuk diolah jadi bonggol kok dan tutup botol. Pernafasan oleh akar terhambat, karena adanya penutupan oleh eceng gondok dan lumpur yang semakin menumpuk. Rambai tidak mampu bersaing dengan tumbuhan bawah air untuk memperoleh unsur hara.
Tumbuhan bawah air yang mulai mendominasi daratan CA Pulau Kaget antara lain adalah piai (Acrostichum aureum), nipah, dan bakung (Crinium asiaticum). Umur rambai sudah tua dan peregenerasian tampaknya tidak normal. Di cagar alam ditemukan 51,05% populasi rambai tingkat semai, 1,81% tingkat pancang, 1,70% tingkat tiang, dan sekitar 45% rambai yang berumur 20 tahun ke atas. Semua rambai tingkat semai ini pun hanya tumbuh di tepi cagar alam yang langsung berbatasan dengan air Sungai Barito.
Untuk menyelamatkan bekantan, Departemen Kehutanan mengambil langkah tegas. Pada akhir tahun 1998 sekitar 150 ekor bekantan dievakuasi ke Pulau Jawa (Kebun Binatang Surabaya) dan ke pulau-pulau di Sungai Barito (Pulau Bakut, Pulau Kembang, Pulau Tempurung).
Pada saat ini, perubahan ke arah positif mulai tampak. Walaupun di daratan CA Pulau Kaget tidak dijumpai lagi pepohonan rambai, di sepanjang tepi pulau mulai dari bagian utara, barat, selatan hingga tenggara terlihat pepohonan rambai yang mulai menghijau. Terdapat lebih dari 20 pohon rambai berdiameter di atas 20 cm. Rambai-rambai yang 8 atau 9 tahun lalu masih berada pada tingkat semai kini bertumbuh dan berkembang ke tingkat pancang (tinggi lebih dari 1,5 m) atau tingkat tiang (berdiameter sekitar 10 cm).
Harapan ini tentunya harus mulai disikapi bijaksana. Pertumbuhan rambai yang menggembirakan masih belum bisa disepadankan dengan harapan terhadap kelestarian bekantan. Apakah pepohonan rambai sudah mampu mendukung kelompok bekantan ini? Dan apakah bekantan yang dievakuasi perlu dikembalikan untuk membugarkan populasi yang tersisa di Pulau Kaget atau untuk menghindari terjadinya kawin antar-kerabat dekat (inbreeding)?

Daftar Pustaka :

M. Arief Soendjoto. 2004. Pulau Kaget Mulai Bersemi, Warta Konservasi Lahan Basah Vol.12 No. 3 Juli 2004. Wetlands Internasional : 5-8

Soendjoto, M.A., A. Yamani, M. Akhdiyat & Kurdiansyah. 1998a. Populasi Primata dan Keanekaragaman Jenis Satwa di Pulau Kaget. Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientae (50) : 1-9

Soendjoto, M.A., A. Yamani, M. Akhdiyat & Kurdiansyah. 1998b. Telaahan Vegetasi dan Keadaanb Rambai (Sonneratia caseolaris) di Cagar Alam Pulau Kaget, Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientae (49) : 51-62

Soerianegara, I., D. Sastradipradja, H.S. Alikodra & M. Bismark. 1994. Studi Habitat, Sumber Pakan, dan Perilaku Bekantan (Nasalis larvatus) sebagai Parameter Ekologi dalam Mengkaji Sistem Pengelolaan Habitat Hutan Mangrove di Taman Nasional Kutai. Bogor: Laporan Akhir Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar